Situsnya Anak Sinjai

Dulu saya tinggal di Desa terpencil, nama saya Beddullahi (Biasa di panggil La Beddu'). Saya adalah pemudah desa yang bisa dibilang gante-ganteng sedikit, dan saya adalah keturunannya Janggo Pattiro yang ke-27. Di Desa saya ada seorang cewe yang sangat cantik jelita, seperti bidadari yang turun dari khayangan. cewek itu anaknya pak Desa (Lurah). Cewek itu namanya Fatmawati Jimpe Yaseyawa (Fatimah nama panggilan). Setiap kali pemuda desa mendekatinya namun tidak ada yang diterimanya. Saat saya melihat Si Fatimah, Jantung saya berdebar kencang, apalagi kalau saya melihatnya bersama cowok lain. Hati saya rasanya sakit sekali. Setiap kali saya mencoba mendekatinya, dia selalu menjauh dari saya. Entah apa alasannya? Padahal saya orangnya tidak begitu jelek dan tidak miskin pula. Bayangkan saya punya 4 ekor sapi, 2 ekor sapi jantang 1 Jareppa dan 1 lagi Panruku, dan 2 sapi betina 1 coko dan 1-nya lagi Suranga, jadi saya tidak begitu miskin. kalau dari tampan kebanyakan orang bilang kalau saya ini  mirip Si Embah Urip, jadi muka saya bisa di bilang kategori Artis, ya... ganteng dong! Tapi kenapa si Fattimah tidak menerima saya sebagai kekasihnya? Suatu ketika saya pulang dari sawah dan langsung masuk ke rumah tiba-tiba saya mendengar ambo'ku (bapak saya) dan Indo'ku (Ibu saya) bercerita tentang soarang yang jago matra guna, orang itu masih nenek saya (saudara dengan ayah ibu saya) yang bernama Petta Soko Binti Kalla (Keturunan ke- 25 Janggo Pattiro). Mendengar percakapan itu saya langsung berfikir untuk berguru kepadanya tentang mantra pengikat cewek untuk menarik hati Si Fatimah. Keesokan harinya saya langsung berangkat ke rumah Petta Soko Binti Kalla, sesampai dirumah saya dipersilahkan masuk oleh istrinya yang bernama Sitti Marello Santi binti Tombong Kasumba Makkau. Saya pun masuk dan duduk di ruang tamu sambil menunggu Petta Soko Binti Kalla pulang dari kebun. 3 jam lamanya saya menunggu akhirnya Petta Kalla pun datang dari kebun. Kemudia saya berbincang bincang dengan Petta Soko tentang maksud kedatangan saya.
"Etta engka akkattai, maelo'ka naseng Makka kutana, de' ta rapi-raipi'ki Pa' mana'na Puang'ku Janggo Pattiro riolo ianaro rampe-rempe' makkunraie, nasaba engka ana'dara ku cinnai?" Saya bertanya kepadanya.
"Ba'a naseng ana'. naekia de' na sembarang ri appakeangi!" Petta Soko menjawab
"Tulungnga naseng Etta, nasaba parelluka kasi'!" Saya kembali membujuk
"Narekko makkui itu pale ana', enka naseng paccera'na yanaritu seddi manu bakka mappakae tarana, seddito manu cippaga pitu bola na kaja." Petta Soko memberi syarat
"Iye Etta, usappara'pi naseng, ku parellui ukajapi pitu wanua massappa." kata saya
"Sappa'ni riolo nappa rewe komai sibawa iyaro manu'e ri wenninna juma'e!" Kata Petta Soko
"Massime'na Pale Etta, Assalamu alaaiku!" Saya pamit pulang
"Waalaikum Mussalam." Petta Soko mempersilahkan
Saya pun pulang dan mencari ayam dua ekor yang langkah sebagai persyaratan yang diberikan oleh Petta Soko.Selama tiga hari saya mencari akhirnya saya mendapatkan. Hari kamis pun tiba, saya bersiap-siap untuk berangkat ke rumah Petta Soko untuk belajar mantra pengikat cewek sebagaiman yang telah diberitahukan oleh Petta Soko untuk datak pada malam jum'at. Kamis sore sekitar pukul 17.00 WITA saya berangkat dan sampainya pas waktu magrib. Malam jum'at pun tiba, saya dipanggil oleh Petta Soko masuk ke kamarnya untuk dimandikan dengan kembang tujuh rupa sebelum belajar mantra tersebut. Setelah mandi saya kemudian berpakaian dan duduk di depan Petta Soko yang sedang membelai bulu ayam tadi yang saya bawa. Beberapa menit kemudian Petta Soko menyuruhku untuk mengucapkan dua kali kalimat syahadat 3 x.
"Ashaduanlailaha Illallah Wa Ashaduanna Muhammadan Rasulullah."  Dalam hati
Peta Soko  kemudia melafalkan bacaan mantra (Rampe-Rampe) itu dengan suara pelan.
Bismillahir Rahmanir Rahim
...
Wakkatenni Imallolongenna Aseng Tengen'nna Lolona I.....

Nasaba Ikung Aseng Tonge-Tongekku

Ooo... Anging Patteddorengga Atinna I...... Ri Atikku

Iko Wala Passeo Atinna

Eppona Fatimah Ritalla'E I.....

De'gaga Sampeangngi Pakkelokenna Ri Aleku

Nasaba Iya'na Eppona Yusuf

Tenrisampe Tappa

Elo'ku Na Puelo

Tea'ku Na Putea

De' Petteng Passalahuki Pakitan'na Ri Aleku

De' Pajang Paggiling Pakkitan'na Ri Aleku

 Nasaba Iya'na Panyameng Ininnawan'na
Barakka Lailaha Illallah

Selama 33 kali Petta Soko mengulang bacaan diatas barulah saya bisa menghafalnya. Setelah itu kembali Petta Soko memberikan syara-syarat (Gau-Gaukeng) sembelum membacanya yaitu:

  1. Narekko puraki mubaca ri olo'na isokenggi pelo nainappa rumpuiwi
  2. Tanga'i mata bolong'na nainappa rampei aseng'na
  3. Narekko Lisu'ni narapi'ni Wenni Bacai nainappa Matinro
Setelah saya menghafal dan memahaminya, Saya langsung pulang karena malam mulai larut. Setiba di rumah saya langsung tidur (Maklum kecapean). Keesokan harinya saya mendatangi Si Fatimah di halama belakang rumahnya yang sedang memetik buah coklat. Saya mengambil sebatang rokok di saku dan membacakan mantra yang sudah kupelajari dari Petta Soko lalu mengisap rokok dengan gaya roker ala Bugis kemudian meniupkan asap rokok itu ke arah Fatimah. Singkat cerita Semua langkah di atas saya lakukan.
Tiga hari kemudian, Fatimah akhirnya jatuh cinta dengan saya, dia selalu mengejar-ngejar saya, dan saya pun pacara  Hal ini berlangsung sampai suatu saat orang tua Fatimah mengetahui hubungan saya dengan Fatimah, hubungan saya tidak disetujui oleh ayah dan ibunya, Fatimah dilarang menemui saya, dan dikurung di dalam kamar. Seharian itu saya tidak pernah ketemu dengannya karena dia terkurung di dalam kamarnya.
Keesokan harinya kemanakannya yang bernama La Maddu datang menemui saya.
Lokka'ki gare ri bola'E Daeng, Nassuro Olli'ki  I Pa' Desa?" Kata La Maddu
Aga Naseng Naollirangnga Punggawa'e Ndi! Saya Menjawab
Malasa'ki naseng I Fatimah de' na paringngerrang Na Asetta Tulu Narampe. La Maddu menjelaskan
Lokka Riolo'ni pale Ndi' nasaba meloka lokka mitai sapikku nainappa ku lao matu!. Saya mempersilahkan
Setelah itu saya pergi melihat ternakanku kemudian langsung menyusul ke rumah pak Desa. Saya dipersilahkan masuk menemui Si Fatimah yang dalam keadaan Pingsan. Pas mendengar saya memanggil namanya, Fatimah langsung sadar dan memeluk saya. Melihat hal itu pak Desa kemudian merestui hubungan saya untuk menikah dengan Fatimah, dan saya pun menikahinya.
Setahun kemudian setelah saya menikah saya dikaruniai seorang anak kembar, tapi saya masih merasa belum puas dengan satu wanita. Lalu saya berfikir untuk mencari wanita lain dan untungnya Fatimah menyetujui keinginan saya itu. Sepertih cerita sebelumnya dengan mantra itu saya mencari wanita hingga istri ke-17 baru saya merasakan kepuasan. 17 istri dengan 31 anak saya nafkahi, tapi di bantu juga dengan istri-istri yang punya pekerjaan. Sungguh saya merasa bahagia karena setiap hari rumah ramai dengan anak-anak dan istri.

Categories: